Seminar Parenting

“Partisipasi Ayah Bunda dalam Pendidikan Karakter Anak” merupakan tema yang diambil dalam seminar parenting hasil kerjasama sekolah, Yayasan Himma’Aliya dan Komite SDIT Aliya. Kajian ini diselenggarakan pada hari Sabtu, 20 Januari 2018 pukul 08.00 s.d 11.00 WIB di Masjid At Taqwa Aliya. Bu Ghia Rosgiana selaku ketua panitia Seminar Parenting menghadirkan Dr. Dian Wulandari, S.Psi, M.Pd sebagai pembicara. Acara ini semakin menarik saat Megah Syifa Rinjani (alumni angkatan pertama SDIT Aliya) menjadi MC di acara tersebut.

Karakter anak tidak dibawa sejak lahir. Ketika anak dilahirkan, tidak dalam kondisi jujur, bijaksana ataupun pembohong. Karakter seseorang terukir melalui pengalamannya seumur hidup. Meski anak-anak dibesarkan oleh orang tua yang sama, cara mendidik yang sama, lingkungan yang sama, walau anak kembar identik, tapi karakter anak berbeda karena pengalaman yang didapat berbeda. Tugas orang tualah untuk mengembangkan sifat yang baik kepada anak-anak dan menghilangkan secara bertahap sikap ketergantungan anak kepada orang tua.

Saat ingin menanamkan sikap disiplin kepada anak, bisa dilakukan pola pembiasaan dari hal-hal sederhana seperti: mengerjakan tugas tepat waktu, pembiasaan sholat, makan, merapikan mainannya, menyimpan sepatu ke rak sepatu dan lain-lain.

Contoh lain: Saat anak anak menggunting tidak rapi atau lelet, terkadang orang tua berkata: “Sini, gunting sama ibu saja, biar cepet!”. Dalam kasus ini orang tua tersebut mengajarkan ketergantungan dan cepat menyerah pada sang anak.

Tidak semua anak mulus perjalanan pengalamannya. Kenapa prestasi anak tidak maksimal/sikap negatif tinggi? Hal ini bisa dipengaruhi oleh kondisi kesehatan (gampang sakit, terganggu mata minus dll), pola asuh keluarga (ada hukuman fisik di rumah, orang tua sering marah, teman main yang tidak baik, terlalu dimanja dll), proses pikir (pemahaman anak) dan perilaku anak kita sendiri (agresif, bossy, matre, pasif, dll).

Anak dan orangtua harus sepakat bahwa tanggung jawab itu penting. Menjadi kendala tersendiri saat orangtua ingin menanamkan tanggung jawab bila anak tidak merasa penting. Contoh: Saat di jalan raya, ada orang yang nyalip jalur kita, lalu ayah ngomel, sumpah serapah → menjadi pengalaman yang tidak baik buat anak. Contoh lain saat Ibu dari rumah hanya niat beli gula, sampai supermarket membeli segala macam (jangan-jangan tertanam di pikiran anak, gak papa lho, hidup tanpa rencana).

Pendidikan karakter tidak terbentuk dalam satu waktu (instan), namun membutuhkan waktu dan proses yang tidak sedikit. Jangan terjebak dengan peribahasa “Yang penting kualitas dibanding kuantitas”. Bagaimana bisa kualitas bila tidak ada waktu?

Hasil survey singkat mengenai seberapa sering orangtua datang ke sekolah kepada 25 siswa mengatakan sebanyak 19 siswa mengatakan “jarang” dan sisanya mengatakan “sering”. Pertanyaan lain diberikan ke beberapa guru untuk mengetahui partisipasi efektif yang diharapkan dari orang tua yaitu: Care sama anak. Peka terhadap perubahan anak, mendaampingi, memberi solusi, memotivasi, membantu review di rumah, tidak membandingkan guru yang satu dengan yang lain dan tidak terlalu mengandalkan peran guru dalam proses tumbuh kembang anak.

Beri tahu kondisi anak di rumah kepada walikelas, secara sehat bertanggungjawab dan pribadi (tidak di grup kelas). Bila anak mempunyai masalah, orangtua dan guru harus instropeksi terlebih dahulu. Ada apa dengan kita, ada apa dengan rumah kita? Ada apa dengan pelajaran/kurikulum nya? Ada apa di kelas? Tidak saling menyalahkan antara orangtua dan sekolah.

Kembangkan rasa ingin tahu anak dengan menunjukkan berbagai contoh fenomena alam, percobaan, realita kehidupan dll. Kids zaman now…ortu jaman now! Anak-anak butuh sosok ayah ibu… yang mampu menjadi pendamping, pembimbing sekaligus teman buat anaknya.

Beberapa contoh harapan anak-anak tentang ortu yang ideal (hasil survey): meluangkan waktu buat anak, membiarkan anak berpetualang, tidak memanjakan anaknya, yang marah-marahnya sedikit, mengajari anak memberi, mengajari anak peduli dan mengajari anak untuk memaafkan.

Ajari anak peka dan rasa hormat! Ajari anak-anak berintonasi berbicara yang tepat! Beri tahu anak-anak, intonasi mana…kata-kata apa yang membuat ortu terluka! Tanamkan anak untuk bisa belajar memilih (memutuskan) dengan bertanggung jawab!, lanjut Bu Dian yang saat ini menjabat sebagai Direktur SIT Aliya.

Pembacaan puisi oleh Bunda Arum Kumala D mengakhiri rangkaian kegiatan sampai akhirnya ditutup oleh do’a yang dipimpin oleh Ust. Mahfud Hidayat.

“Tidak ada orang tua yang sempurna, namun ketika orang tua sadar bahwa dirinya tidak sempurna dan mau belajar, maka disitulah ia menjadi sempurna”.

 

-Intisari seminar hasil resume (dengan penyesuaian) dari Bunda Wirastika siswa kelas 5D-
SDIT ALIYA – Sekolah Unggul Generasi Islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × one =